Jumat, 04 April 2014

Teori dasar PDH (Plesiochronous Digital Hierarchy) 


PDH adalah suatu sistem yang selama ini digunakan sebelum SDH ditemukan. Kata plesio berasal dari bahasa yunani yang berarti hampir. Dalam sistem PDH, perbedaan sebesar 50 bit pada kecepatan 2,048 Mbps adalah sesuatu yang wajar. Hal ini dikarenakan PDH tidak menyinkronkan jaringan dalam arti sesungguhnya. PDH hanya menggunakan pulsa detak maksimum pada setiap simpul (switching node) sebagai standar. Jika tidak ada lagi data dalam buffer (dikarenakan sinyal data berikutnya menggunakan pulsa detak yang lambat), maka PDH akan menyisipkan bit-bit tambahan (stuffbit). Sebaliknya, multiplexer penerima harus membuang bit-bit tambahan tersebut. Sistem multiplekser PDH yang sekarang ini paling banyak digunakan adalah multiplekser PDH dari Eropa, Jepang dan Amerika utara. Dari ketiga sistem multiplekser mempunyai perbedaan dalam jumlah bit ratenya. Pada sistem Eropa menggunakan bit rate 2048 Kbit/s, sedangkan pada Amerika utara dan Jepang menggunakan bit rate sebesar 1544 Kbit/s. Multiplekser PDH dari Amerika utara dan Jepang menggunakan sistem PCM 24, sedangkan multiplekser PDH dari Eropa menggunakan PCM 30. Di Negara Indonesia sistem multiplekser PDH menggunakan multiplekser PDH dari Eropa. Untuk melihat lebih jelas perbedaan bit rate antara ketiga Negara tersebut, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 1. Struktur PDH Eropa, Jepang dan Amerika Utara

Pada sistem PDH Eropa tiap tingkatan multiplexing diberikan nama, diawali dari E1 (Euro level 1) = 2,048 Mbit/s, E2 = 8,448 Mbit/s, E3 = 34,368 Mbit/s, dan yang terakhir E4 = 139,264 Mbit/s. Pada sistem PDH sebenarnya masih mempunyai nilai yang lebih tinggi lagi dari 139,264 Mbit/s atau biasa disebut 140 Mbit/s, tetapi tidak distandarkan secara internasional oleh CCITT (Consultative Committee International Telegraphy and Telephony). Hirarki pada sistem PDH Eropa dapat dilihat pada gambar dibawah ini.


Gambar 2.  Hirarki pada PDH

Pada PDH sistem demultipleksernya harus dilakukan secara lengkap, dalam hal ini bisa dilihat dari gambar 2. Jika multipleksernya mentransmisikan sinyal 140 Mbit/s, maka pada proses demultiplekser pun harus diawali dari kecepatan 140 Mbit/s terlebih dahulu dan dilanjutkan ke tahap selanjutnya (kebalikan dari multipleksernya). Jika kita menginginkan kecepatan  2 Mbit/s, maka kita harus melalui tahapan-tahapan secara berurutan baru bisa mendapatkan kecepatan yang diinginkan. Jika dilihat dari teori yang telah dibahas maka multiplexing PDH bisa juga disebut multi-steep multiplexing (multiplexing yang mempunyai banyak tahap).
Metode justifikasi pada multiplexing PDH dilakukan secara bit per bit. Metode justifikasi (stuffing) yang dilakukan bit per bit menghasilkan jitter yang tidak terlalu tinggi. Jitter dapat didefinisikan sebagai variasi jangka pendek sinyal digital dari posisi idealnya dalam waktu. Jitter yang berlebihan dapat menyebabkan kerugian terhadap sinyal digital yang ditransmisikan (pembangkitan bit error, slip yang tak terkendali). Oleh karena itu besarnya jitter pada interface jaringan harus dibatasi, untuk menjamin kualitas sinyal transmisi yang memadai.